(Aneka, 1960) Kesulitan Pementasan Drama di Bandung

Beberapa Sebab yang Menimbulkan Kesulitan-kesulitan dalam Setiap Pementasan

DRAMA DI BANDUNG

(Sumber: Aneka No. 04 Tahun XI, 1 April 1960)

(Sumber: Aneka No. 04 Tahun XI, 1 April 1960)

Di kota Bandung dewasa ini terdapat lebih dari 12 buah Perkumpulan drama. Kira-kira 5 buah diantaranya adalah Perkumpulan-perkumpulan kesenian yang mempunyai seksi drama. Semuanya adalah Perkumpulan amatir yang memusatkan segala usaha semata-mata untuk menyalurkan hasrat serta bakat yang dimiliki para anggotanya, dengan perkataan lain mereka pada hakekatnya bercita-cita untuk memajukan apa yang dimaksudkan dengan kehidupan serta perkembangan teater, bukan untuk mencari uang.

Istilah “professional” di kalangan penggemar drama modern di Bandung sama sekali tidak dikenal, kecuali Perkumpulan sandiwara daerah SRI MURNI (Sunda) dan SRI TUNGGAL (Jawa), yang bertujuan untuk memperoleh penghasilan hidup bagi pemain-pemainnya serta tenaga-tenaga teknis administrative yang terhimpun di dalamnya. Perkumpulan sandiwara Sri Murni memanggungkan cerita-cerita dongeng klasik dalam bahasa Sunda, serta memusatkan permainan mereka kepada lelucon-lelucon sebagai selingan menurut selera penonton. Sedangkan Sri Tunggal kebanyakan memetik cerita-cerita pewayangan dalam bahasa Jawa.

Meskipun jumlah Perkumpulan drama modern sudah begitu banyak, seolah-olah melukiskan betapa besar selera penonton terhadap kehidupan drama modern, namun pementasan sangat seret dan kegiatan-kegiatan drama ini paling hanya ada 4 atau 5 kali pementasan dalam setahun.

Inipun menurut kebiasaan seringkali diundurkan beberapa waktu lamanya daripada yang telah dirancangkan semula. Akibatnya masyarakat tidak mempunyai kepercayaan terhadap pekerjaan administrative, dan Perkumpulan itu, dan hal ini sudah terang sangat merugikan.

Beberapa faktor yang penting yang menyebabkan seretnya pementasan akan saya coba mengupasnya dalam artikel ini, khusus mengenai persoalan yang menyangkut kota Bandung. Apabila ada persamaan dengan kota-kota lainnya, bolehlah anda menarik suatu kesimpulan yang umumsebagai sebab daripada kurangnya kegiatan-kegiatan drama modern di Indonesia ini.

Perkumpulan drama yang aktif pada waktu ini di Bandung dapat saya catatkan satu per satu menurut lamanya telah dibentuk:

  1. ARNI (Artis Nasional Indonesia) di bawah pimpinan Rijono Pratikto, dengan sekretarisnya Soeharmono Tjirosoewarno. Anggota Perkumpulan ini banyak yang tergabung ke dalam Studiklub Teater Bandung, sejak ARNI tidak menampakkan kegiatannya kembali pada akhir 1957.
  2. SEDRATIS (Seni Drama, Tari dan Suara) pimpinan Rustam Effendi. Perkumpulan ini sejak akhir 1955, tidak menampakkan kegiatannya lagi.
  3. Studiklub Teater Bandung (STB) pimpinan Jim Lim dan Sujatna Anirun merupakan satu-satunya Perkumpulan drama di Bandung yang belum pernah mementaskan cerita-cerita drama Indonesia. Sampai saat ini mereka telah mementaskan karya-karya penulis drama dunia seperti Anton Chekov, Bernard Shaw, dan lain-lain.
  4. Perkumpulan Amatir Seni Drama (PERAS) pimpinan Sjahbuddin Mangundaralam dan Jusran Safano.
  5. LESDRAFI Jawa Barat (LEKRA), Lembaga Senidrama dan Film, dan pimpinan Imam Soejono, dll.
  6. Mitra Sunda (drama Sunda Modern)
  7. Nonoman Sunda, dengan Wahju Wibisono, Otto Adikara, dll.
  8. Studiklub Teater “Argawilis” (belum pernah mementaskan)
  9. Perkumpulan Seni Drama “PIONIER” dengan Dian Siswa, dll.
  10. Sendra JPK (Seksi Seni Drama dari Jajasan Pusat Kebudayaan) pimpinan A. Memet dan Njoo Cheong Song.
  11. Studio Dramatis “GRAHA” (Drama, Tari dan Suara)
  12. Seksi Seni Drama dari IPPSI (Ikatan Pelajar Pecinta Seni Indonesia), Pimpinan Katilis Panigoro, dengan bantuan Jusran Safano, dan penulis sendiri.
  13. Seksi Seni Drama ISMI (Ikatan Seniman Muda Indonesia) yang menonjolkan dramawati harapan Nany Sumarni.
  14. Seksi Drama dari Lembaga Sosial Desa Tjikawao Bandung, yang memperkenalkan B. Jass Lazuardi, Edy Kusnadi, dll.

Disamping seksi-seksi drama dari Perkumpulan-perkumpulan pelajar yang mengadakan pementasan setiap perayaan sekolah masing-masing.

Menilik banyaknya Perkumpulan drama di Bandung, sangatlah mengherankan jika dalam setahun kita jumpai hanya beberapa kali kegiatan saja. Dan kegiatan-ekgiatan itu kebanyakan hanyalah dari beberapa gelintir Perkumpulan drama saja. Inipun tidak sanggup mementaskan sendiri tetapi seringkali bersama-sama dengan badan-badan lain atau Perkumpulan lain. Di Bandung, Jajasan Panti Kesenian-lah yang sering mengadakan joint-production dengan Perkumpulan-perkumpulan drama, sebab organisasi Panti Kesenian mempunyai mutu yang lumayan juga di bidang adminsitrasinya.

Setiap Perkumpulan drama di Bandung pada hakekatnya mempunyai banyak kesanggupan dalam soal bermain, tapi hampir tak pernah ada yang sanggup menyelesaikan sesuatu pementasan tanpa mengalami kerugian materi. Salah satu sebab pokok yang lain adalah karena bidang-bidang teknis ddan administrative tidak dipegang oleh orang-orang yang tepat. Mereka semuanya ingin menjadi seniman-seniman pentas saja tapi tak seorangpun yang bercita-cita untuk menjadi juru lampu yang baik, publisiter yang baik, juru keuangan yang baik, decorator yang baik, juru layar yang baik, dan sebagainya, terutama di bidang-bidang yang pada dasarnya tidak pernah terpikirkan akan muncul dalam setiap pementasan dengan segala kemungkinan dan konsekuensinya.

Mendengar kata “drama” mungkin masyarakat sebagai calon penonton dan penggemar hanya membayangkan cerita-cerita yang akan dimainkan serta orang-orang yang beraksi di atas pentas. Mereka hampir tak mengetahui bahwa untuk dapat menyelenggarakan pementasan itu Perkumpulan-perkumpulan drama dihadapkan kepada berbagai soal yang sangat mengikat.

Soal-soal itu garis besarnya adalah persoalan-persoalan yang mengenai penyusunan panitia sebagai badan pekerja yang menjalankan tugas-tugas teknis dan administrative, latihan-latihan, penyutradaraan, tempat latihan, tempat pementasan (Ijin tempat, ijin pementasan) biaya pementasan, karcis undangan, publikasi, perlengkapan-perlengkapan teknis dan petugas-petugasnya (dekorasi, ilustrasi musik, sound effect, tata lampu, rias, pengangkutan (kendaraan, supir, bensin, waktu), konsumsi dan penonton.

PENYUSUNAN PANITIA

Usaha permulaan yang pokok adalah memilih cerita, kemudian membentuk panitia. Banyak kekeliruan dalam susunan panitia (petugas) karena menempatkan orang-orang yang tidak pada tempatnya. Hampir tidak ada usaha untuk menempatkan diri masing-masing kepada bidang keahliannya masing-masing. Kebanyakan para anggota menginginkan jabatan yang terhormat saja misalnya sebagai ketua panitia, sekretaris, bendahara dll. Seksi pengangkutan hampir tidak ada yang suka, dan jatuh kepada tenaga-tenaga yang lemah. Seni musik (iringan musik) jatuh kepada tenaga yang buta akan seni musik, yang mempunyai bakat untuk itu ingin main saja. Alhasil tenaga-tenaga administrative, kebanyakan dipegang oleh orang-orang yang avonturer saja. Akibatnya tidak dijumpai adanya keberesan organisasi. Kejadian-kejadian yang memalukandan janggal sering timbul di hadapan penonton dan mengurangi selera penonton.

LATIHAN-LATIHAN

Kebanyakan anggota-anggota Perkumpulan drama itu adalah pelajar-pelajar Sekolah Menengah yang disibuki oleh buku-buku pelajaran, atau mahasiswa dengan persoalan-persoalan kuliah, tentamen, dan sebagainya. Sehingga latihan-latihan tidak selalu lengkap. Kadang-kadang pementasan diundurkan karena kemacetan-kemacetan  latihan ini dengan alasan yang banyak ragamnya.

PENYUTRADARAAN

Penyutradaraan merupakan suatu persoalan yang pelik  dalam setiap pementasan amatir ini, sebab sutradara yang memenuhi syarat minim hampir tak dijumpai. Kebanyakan sutradara-sutradara ini dikemudikan oleh perasaan-perasaan mereka saja, bukan karena mempunyai pendidikan yang khusus sehingga hasil-hasil penyutradaraan kadang-kadang sangat memalukan.

TEMPAT LATIHAN

Perkumpulan-perkumpulan drama amatir tidak mempunyai ruang tersendiri untuk berlatih. Tempat latihan sangat terbatas sekali. Kadang-kadang di salah satu rumah para anggotanya, sering berpindah-pindah dan menimbulkan kemasalan berlatih.

TEMPAT PEMENTASAN

Sewanya sangat tinggi, sehingga Perkumpulan-perkumpulan drama memilih tempat yang murah sewanya karena alasan keuangan (modal sangat tipis). Tidak dikenal produser-produser seperti dalam pembuatan film. Akibatnya penonton segan mengunjungi tempat-tempat berlatih yang kurang menarik, dengan alasan “murah atau jauh”

Soal tempat menyangkut pula soal ijin. Perkumpulan-perkumpulan drama berhadapan pula dengan petugas-petugas kepolisian (DPKN, penguasa perang, dan sebagainya memerlukan waktu setengah sampai satu bulan).

BIAYA PEMENTASAN

Didapat dari penjualan karcis atau pengedaran undangan. Karcis menghasilkan pajak yang tinggi untuk kas negeri. Kesulitan pajak tak terpecahkan sebab pajak tontonan sepertiga dari harga karcisnya harus dibayar di muka. Untuk pertunjukan kesenian yang bertujuan untuk tidak mencari uang, disayangkan sekali pemerintah menyamaratakan saja dengan pajak bioskop.

Hal ini mengakibatkan lesunya setiap kegiatan seni. Biasa biaya pementasan jauh lebih banyak daripada hasil penjualan karcis. Rugi…

PUBLIKASI

Untuk menyelenggarakan publikasi yang lumayan diperlukan sejumlah uang yang lumayan juga. Akibatnya masyaraka tidak mengetahui bakal ada pementasan. Bantuan-bantuan pers tidak diperoleh sebelum pementasan, bantuan moril sesudahnyapun tidak diperoleh juga sebab mereka menilik setiap pementasan dari segi yang buruk saja. Alhasil rugi lagi.

PERLENGKAPAN TEKNIS

Perlengkapan teknis mengakibatkan segala usaha menjadi sangat merugikan, dengan alasan sekurang-kurangnya tenaga-tenaga ahli dalam soal-soal teknis.  Di tengah-tengah pertunjukan banyak terjadi lampu-lampu padam semua, suara tidak terdengar, pemain kehausan, sebagian petugas belum dijemput, penarik layar merasa lapar, dan sebagainya. Persoalan sekarang meliputi bagian-bagian rias (make-up, pengangkutan, konsumsi, lampu, musik dan sebagainya), hampir tidak diperoleh tenaga-tenaga yang cakap dalam hal ini.

PENONTON

Mengalir tiap malam sembilanpuluh persen ke gedung-gedung bioskop. Penggemar-penggemar drama hampir tidak sesuai (tidak seimbang) dengan penggemar-penggemar layar putih.Untuk menarik lebih banyak penonton dari tingkatan menengah atau atas dibutuhkan keahlian-keahlian yang khas, sedangkan untuk menarik penonton dari tingkatan rakyat biasa diperlukan keahlian-keahlian yang allround dapat lelucon, bisa pencak, terutama bisa menumpahkan air mata. Alhasil sampai sekarang belumlah tiba masanya buat setiap rakyat Indonesia ini untuk dapat mengerti apa yang terkandung dari pementasan-pementasan drama yang diusahakan dengan sekuat tenaga oleh penggemar-penggemarnya yang tidak mendapat upah ini.

Faktor-faktor yang saya kemukakan di atas sering dijumpai dalam setiap pementasan oleh perkumpulan-perkumpulan drama amatir di kota Bandung. Mungkin juga oleh perkumpulan-perkumpulan drama amatir di kota lain. Tetapi satu hal yang pasti, mempunyai persamaan di kota manapun adalah soal biaya dan kesulitan pajak.

PEMERINTAH HARUS MEMBANTU

Pemerintah dengan melalui Jawatan kebudayaan, hampir tidak memberikan perhatian terhadap perkembangan seni drama di daerah-daerah, meskipun di tempat-tempat itu ada Jawatan kebudayaan. Jawatan Kebudayaan di daerahl lebih banyak memberikan bantuan terhadap cabang-cabang seni lain  seperti seni tari, seni suara (melalui RRI), dan seni-seni lain yang berbau kedaerahan.

Seni drama sama sekali tidak mendapatkan perhatian, Cuma sekedar didaftar dan dicatata saja. Mengingat kebutuhan-kebutuhan akan perlengkapan-perlengkapan yang banyak dari setiap pementasan drama sebaiknya pemerintah menyediakan sekedar bantuan semacam subsidi kepada perkumpulan-perkumpulan drama. Tidak usalah bersifat kontinyu, tetapi cukup memberikan sumbangan setiap akan mengadakan pementasan, dengan prioritas atau formaliter yang dibutuhkan untuk menghubungi badan-badan resmi yang berhubungan dengan soal ijin, tempat pementasan, tempat latihan, dan sebagainya.

Dengan banyaknya persoalan-persoalan yang mengikat terhadap setiap kemajuan perkumpulan-perkumpulan drama terutama bagi kota Bandung khususnya, tidaklah berarti bahwa kita akan menjadi pesimis terhadap masa depan yang gemilangtetapi dengan   mengetahui dan memikirkan persoalan-persoalan itu, kita dapat lebih memperhatikan serta memperbaiki segala yang kita usahakan kelak se-efisien-efisiennya.

Sumber:: Majalah Aneka, No. 4 Tahun Xi, 1 April 1960.

Tinggalkan komentar